Patroli88investigasi.com
Kabupaten Cilacap - Jateng
Pada pelayanan kesehatan di setiap RSUD,Puskesmas bahkan Klinik harus profesional dalam arti tidak boleh teledor dalam penanganan pasien, apakah itu pasien yang sakit biasa maupun yang gawat darurat .
Disini pasien mempunyai hak asasi manusia yang harus dilayani sepenuh hati ketika pasien berobat atau melakukan konsultasi kesehatan baik pada RS, Puskesmas dan juga pada klinik-klinik yang berkreditas.
Ada nya keterlambatan penanganan pihak perawat ke pasien ketika berobat dan rawat inap selama 4 hari 4 malam di klinik DWI BHAKTI, di Kecamatan Kedungreja sehingga istri (M.H) warga Desa Ciklapa RT.002/RW.001 tidak dapat tertolong lagi walau pun dirujuk ke RS Majenang, Sabtu (03/08/2024)
'Keluarga dari almarhum (ED) membeberkan kisah istri nya waktu berobat di salah satu klinik selama 4 hari/ 4 malam pada tanggal 19 s/d 22 juli 2024.
Menurut M.H istri nya di vonis sakit DBD, tapi sangat di sayangkan penanganan nya lambat dan pemasangan tabung oksigen pun harus kita minta terlebih dahulu baru mereka pasang dengan alasan itu mahal lho pak, ucap perawatnya,"kata M.H
"Dan saya tanya gimana dengan ke adaan istri saya sus..? tanya M.H, bagus pak baik tidak ada masalah, jawab suster piket nya.
"Padahal malam itu pada tanggal 22 juli itu istri saya sudah mengap- mengap pernapasan nya dan aneh nya lagi perawat se'akan mengabaikan tugas nya saat saya mau minta pertolongan di malam itu pada pukul 2:00 WIB, ternyata lampu ruangan suster itu udah dimatikan alias padam dan mereka sudah tidur pulas.
Karena menurut pandangan saya istriku tidak ada perubahan di rawat di sana akhirnya saya memutuskan meminta untuk di rujuk ke RSUD Cilacap tapi dari suster nya bilang tidak bisa harus rujuk ke RSUD Majenang.
Saya pun tidak membantah yang penting istri saya harus di obati dan ditindak lanjuti karena kondisi istri saya bertambah parah dan akhirnya pihak Klinik memberikan surat rujukan ke RSUD Majenang
Namun semua usaha itu seperti nya sudah terlambat karena ada keterlambatan pihak Klinik yang tidak memahami kondisi pasien bahkan mereka menyalahkan pasien seolah terlalu banyak pikiran, ungkap suami almarhum
Sesampainya di RSUD Majenang istri M.H diperiksa oleh team medis dan mereka bilang oksigen yang dipasang untuk bantuan pernapasan hanya 45% yang masuk ke tubuh pasien sisa nya banyak terbuang dan hari itu juga istri saya menghembuskan napas terakhirnya, " ungkap suami ED
"Setelah mendapatkan informasi dari pihak keluarga almarhum( ED), team awak media bergegas menuju ke klinik DWI BHAKTI untuk mengkonfirmasi ke pihak pelayanan dan meminta untuk menemui perawat yang piket pada malam tanggal 22 juli saat ibu atas nama ED di rawat diklinik tersebut.
Salah satu pegawai mencari data dan memperlihatkan nama perawat yang piket malam, tapi berhubung yang bersangkutan tidak masuk kerja hanya ada satu perawat namun itu pun tidak mau menemui kami dari awak media dengan alasan takut disalahkan oleh pemilik klinik akhirnya mereka tidak bisa mempertemukan dan mereka pun mencoba berkomunikasi lewat chating aplikasi WhatsApp.
"KM, menyampaikan ke awak media setelah ada informasi dari atasan nya kalau mau ketemu ke mereka harus bersama dengan pimpinan nya besok Minggu dikarekan itu pesan dari atasan nya, "terangnya.
"Dengan rasa penuh kecewa team awak media belum bisa mendapatkan keterangan dari yang bersangkutan dan terlihat pihak pelayanan klinik tersebut berubah rubah dalam penyampaiannya.
Awalnya mereka menyampaikan sebentar akan datang atas nama salah satu yang piket malam itu dan awak media disuruh nunggu sebentar.
Beberapa lama kemudian team menanyakan kembali " ko lama sekali mba, katanya mau datang " bagaimana ini ? Kami hanya mau konfirmasi saja, ucap awak media.
"KM, menjawab tidak bisa dikarenakan mereka harus di dampingi dengan pimpinan kalau kalian mau konfirmasi, "tambahnya.
"Dalam Pasal 276 UU Nomor 17 tahun 2023 Tentang Kesehatan, Pasien mempunyai hak sebagai berikut :
1. Mendapatkan informasi mengenai Kesehatan dirinya
2. Mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai Pelayanan Kesehatan yang diterimanya
3. Mendapatkan Pelayanan Kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi, dan pelayanan yang bermutu
4. Menolak atau menyetujui tindakan medis, kecuali untuk tindakan medis yang diperlukan dalam rangka pencegahan penyakit menular dan penanggulangan KLB atau Wabah
5. Mendapatkan akses terhadap informasi yang terdapat di dalam rekam medis
6. Meminta pendapat Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan lain dan
7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan
"Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sanksi pidana terhadap rumah sakit yang menelantarkan pasien dalam memberikan perawatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah pidana penjara 2 tahun dan denda paling banyak 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), jika menyebabkan kecacatan atau kematian.
"Untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut sehingga berita ini di muat dan pihak terkait bisa di konfirmasi kembali oleh awak media.
(Team)